John Hunyadi, digelari Ksatria Putih dari Hungaria, adalah seorang Jenderal besar dari Kerajaan Hungaria. Hunyadi dikenal luas sebagai Jenderal besar dan seorang ahli strategi perang. Hunyadi juga mempekenalkan berbagai perubahan dalam dunia militer abad pertengahan, dan dikenal pula sebagai ikon perlawanan terhadap futuhat Kesultanan Utsmani. Dia juga adalah Voivode Transylvania dan ayah dari raja besar Hungaria, Matthias Corvinus.
Keluarga Hunyadi adalah keluarga bangsawan besar di Hungaria abad pertengahan. Beberapa kalangan menyatakan bahwa Hunyadi memiliki darah Wallachia. Sementara yang lainnya menyatakan bahwa keluarga Hunyadi adalah keluarga bangsawan Romania dari Hateg. Ayahnya, yang bernama Vojk, adalah orang Vlach, yang merupakan keturunan Rumania.
Saat muda, Hunyadi memasuki lingkaran dalam Sigismund (raja Hungaria), yang sangat terkesan dengan kecakapannya. Dia menemani raja Hungaria itu menuju Frankfurt, dalam pencarian gelar kaisar untuk Sigismund pada 1410, bergabung dalam Perang Hussite pada 1420, dan pada 1437 dikirim ke selatan untuk membubarkan kepungan Utsmani atas Semendria.
Hunyadi banyak menjalin hubungan dengan berbagai bangsawan dan penguasa di Eropa, seperti Stefan Lazarevic (Serbia), dan Phillipo Scolari. Di Italia, dia berkenalan dengan Francesco Sforza, dan belajar taktik perang gaya baru kepadanya. Dia menjadi tuan tanah dengan luas tanah berhektar-hektar dan mendapatkan berbagai posisi bergengsi di Kerajaan Hongaria. Dia diangkat menjadi penasihat raja Hongaria yang paling terpercaya, dan ditugasi untuk memimpin operasi militer melawan Usmani.
Hunyadi adalah salah satu musuh terkuat bagi Kesultanan Utsmani. Pada tahun 1441 dia memenangkan pertempuran di Semendria melawan Ishak Bey. Pada tahun berikutnya, tak jauh dari Nagyszeben di Transilvania, dia berhasil membendung serangan Utsmani, dan mengembalikan penguasaan Hongaria atas Wallachia. Namun pada 1444, Hunyadi harus menerima kekalahan telak dari Utsmani dalam perang Varna yang dipimpin oleh Murad II (ayah Al-Fatih), dan mundur dari belantara perang hampir selama 10 tahun sejak itu.
Pasca penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad al Fatih pada tahun 1453, Dunia Kristen menjadi sangat ketakutan dengan kekuatan kaum Muslim. Secara alami, pasca penaklukan Kostantinopel, pastilah Al-Fatih sedang melirik Hongaria, yang akan dia taklukkan sebagai jalan masuk untuk menggedor Eropa. Sasaran Al-Fatih berikutnya adalah Nandorfehervar (sekarang Belgrade)
Nandorfehervar adalah kota kastil berbenteng yang luas yang merupakan jalan masuk ke selatan Hungaria. Apabila kota ini berhasil ditaklukkan, maka hampir bisa dipastikan bahwa kaum Muslim akan membuka lebar-lebar pintu penaklukan menuju Eropa Tengah. Hunyadi berhasil menggagalkan pengepungan Al-Fatih di Nandorfehervar. Saat kematian Hunyadi, Al-Fatih berkomentar, walaupun dia adalah musuhku, aku merasa sedih karena kematiannya. Karena dunia tak akan pernah lagi melihat lelaki seperti dia. Al-Fatih tidak salah, karena pasca kematian Hunyadi, Hungaria dapat dengan mudah dikuasai oleh kaum Muslim.
Follow On Twitter